Author Archives: hipyourhop

Breathe Carolina – Blackout

this is Breathe Carolina new video from their new album!

 

Rudye ft. Xora, Love The Way You Lie (Rihanna ft. Eminem Cover)

The Virginity Hit, Inspirasi Kamu Membuat Film Dokumenter Seru!

cover the virginity hit

 

Film ini bercerita tentang bagaimana Matt, melakukan “hubungan” dengan pacarnya, Nicole, untuk melepas keperjakaannya. Mulai dari teman-teman Matt yang sudah “melakukannya” lebih dulu, disambung dengan kakak angkat Matt, Zack, yang bisa dibilang sebagai otak dari pembuatan film ini. Film ini tidak ada di bioskop Indonesia, tapi bisa kamu dapat mencarinya di toko-toko DVD terdekat atau bisa mendownload di blog atau website yang menyediakan.

Setelah menonton film ini, kamu akan merasakan bagaimana kehidupan anak-anak remaja di negara-negara barat (terutama Amerika) dan kamu akan tahu apa saja perbedaannya dengan kehidupan remaja atau anak muda di Indonesia. Kamu juga sudah tahu melalui film-film Hollywood yang pernah menampilkan film tentang kehidupan anak muda di Amerika seperti American Pie dan sejenisnya. Namun, The Virginity Hit ini terasa berbeda! Dokumentasi yang ditampilkan membuat setiap suasana yang ditampilkan lebih terasa. Mulai dari bagaimana Matt ingin sekali melakukan “hubungan” dengan Nicole, melihat bagaimana Matt, Zack dan teman-temannya menyusup ke rumah Nicole, sampai bagaimana Matt ketemu dengan bintang porno favoritnya! Semua akan kamu temukan setelah menonton film ini, yang dapat dikatakan salah satu terobosan film dokumenter anak muda yang semakin kreatif.

Ada bagian-bagian yang akan membuat para lelaki senang dan akan membuat suatu “khalayan”. Ada juga bagian dimana kamu  menemukan arti seorang ayah di mata Matt. Kamu juga akan mengetahui bagaimana serunya memiliki adik angkat yang cantik. Film ini secara keseluruhan memang khusus orang-orang di atas 18 tahun, karena mengandung unsur-unsur yang tidak boleh dilihat anak kecil. Namun, kamu tidak akan menyesal setelah menonton film ini. Apalagi bagi para moviemaker, film ini merupakan inspirasi untuk membuat film dokumenter tentang lifestyle anak muda sekarang!

 

Rudye, “Music is Music and I love All Kinds of Music”

Rudye saat ditemui beberapa waktu lalu di Crooz Jakarta

Sebutan multitalent mungkin memang cocok diberikan kepada Rudy Nugraha a.k.a Rudye. Keluar dari Thirteen beberapa waktu lalu dan menjadi additional keyboard untuk Killing Me Inside, kini Rudye tengah merintis karirnya sebagai penyanyi solo. Iseng mengupload video-video cover penyanyi asing secara solo maupun bersama temannya dan lagu-lagu yang ia ciptakan sendiri, sekitar 2010 lalu, kini ia jadi lebih mudah banyak dikenal orang banyak.

Meski sedang sibuk promo lagu di beberapa radio dan membantu Killing Me Inside mempersiapkan album berikutnya, Rudye masih berkesempatan untuk berbincang dengan saya, Satria. Berikut adalah perbincangan kami..

1.       Kenapa lo suka mengupload lagu-lagu cover dalam bentuk video?

Awalnya sih iseng iseng doang. Karena nggak ada kerjaan. Ternyata responnya lumayan bagus dari yang menonton. Jadinya mulai deh mencoba bikin video dengan kualitas bagus seperti covernya “love the way you lie”. Cuma karena alatnya minjem, jadi cuma bisa bikin yang begitu sekali-kali saja hehe

 

2.       Sejauh ini seperti apa tanggapan terhadap video-video tersebut?

Ya tanggapan sih bermacam-macam. Mulai dari yang suka banget sampai yang nggak sukapun ya ada. Namanya juga dunia kan selalu ada dua sisi 😀

 

3.       Ada kesibukan lain selain menjadi additional Killing Me Inside dan jadi penyanyi solo?

Kesibukan lain sih paling bantu-bantu kerjaan om biarpun jarang, karena kebetulan bulan ini lagi banyak promo untuk lagu religi saya itu.

 

4.       Bagaimana awalnya bisa jadi additional keyboard untuk Killing Me Inside?

Awalnya sih waktu Agung mengundurkan diri dari posisi bassist. Gua ditawarin untuk jadi additionalnya. Tapi berhubung gua kurang pas main bass, akhirnya jadi main keyboard deh (sambil tertawa)

 

5.       Kalau ada tanggapan-tanggapan yang kurang menyenangkan sejak menjadi additional Killing Me, bagaimana lo mengatasinya?

Sejauh ini sih belum ada, tapi kalau ada yah itu hak mereka menilai sih dan gua sih gak akan melarang mereka berkomentar (sambil tertawa)

 

6.       Bagaimana mengatasi pro-kontra yang ada sejak lo resign dari Thirteen?

Pro-kontranya sih gak banyak ya. Jadi gua sih adem-adem saja. Sejauh ini kalaupun ada yang menghubung-hubungkan kepergian gua dari Thirteen dengan hal-hal yang menurut gua tidak benar, ya pasti gua coba jelasin ke orang yang bertanya

 

7.       Seberapa besar peran Thirteen, band yang sudah membuat lo dikenal orang banyak?

Thirteen sendiri itu berperan sangat besar. Karena waktu itu gua udah hampir berhenti ngeband, tapi tiba-tiba Thirteen tidak disangka malah disukai banyak orang. Jadi hal itu membuat gua semangat lagi bermusik dan belajar musik tentunya

 

8.       Sekarang kan lo sudah mulai sering tampil solo, apa yang membuat lo memutuskan untuk menjadi penyanyi solo?

Sebenarnya ini murni dukungan dari teman-teman. Karena awalnya gua kepingin bikin band aja gitu, tapi kata teman-teman “mending elo solo aja” dan karena yang ngomong sudah banyak, jadi ya gua coba aja dulu (sambil tertawa)

 

9.       Sejak kapan lo merencanakan untuk menjadi penyanyi solo? Dan genrenya ke arah apa?

Gak pernah kepikiran tuh jujur aja. Soalnya gua dulu sebenernya pengen jadi drummer (tertawa). Kalau untuk yang solo ini sih macam-macam, tapi kedepannya mungkin mengarah ke rock dan pop

 

10.   Dari beberapa lagu yang lo ciptakan sendiri ketika masih di Thirteen, seperti love in the air, langit dan beberapa lagu lainnya, apakah ada rencana membuat album dalam waktu dekat?

Kalau dalam waktu dekat sepertinya belum sih, tapi kan gak tahu kali aja tahun depan keluar (tertawa), jadi ditunggu saja

 

11.   Bila nanti ada pro-kontra dalam masalah genre dalam album atau musik lo ke depannya, bagaimana lo akan mengatasinya?

Ya balik ke quote  gua, “music is music and I love all kinds of music”, karena gua suka musik bukan dari genrenya, tapi dari apa yang bisa menyentuh emosi gua saja

 

12.    Bagaimana pendapat lo dengan adanya pergeseran genre scene musik indie yang berpindah ke mainstream?

Gak ada salahnya kok. Karena musik itu selalu berubah-ubah dan berevolusi. Seperti band-band metal diluar yang mengawali karir di dunia indie, kemudian ditarik label-label mainstream besar di Amerika sana. Mungkin yang membedakan cuma persepsi kita tentang mainstream itu sendiri

Itulah perbincangan kami dengan Rudye yang selalu mendapatkan dukungan dari Kakak serta Keluarganya dalam berkarir di dunia musik. Mungkin quotenya music is music and I love all kinds of music” bisa menjadi inspirasi bagi kita untuk lebih menghargai setiap karya dari band-band yang ada di Indonesia ini. Semoga kita dapat belajar untuk lebih mencintai musik Indonesia!

 

Written by Satria Perdana

Photo by Satria Perdana

Pengalaman Drummer MARCH, Erixon Sihite, Saat (Masih) Manggung di Kafe

Erixon berpose di Gazelle

Sebuah karir band indie meroket ketika band tersebut bergerilya memamerkan kemampuan dan karya-karya mereka dari nol, dari tempat kecil, serta dari massa yang kecil. Tentu saja band-band indie tidak hanya bergerak statis. Seiring bertambahnya usia dan karya, mereka semakin memiliki nama dan mulai dikenal orang-orang. Kafe, wadah untuk membangun image sebuah band indie, kini menjadi sebuah cerita. Erixon Sihite, drummer MARCH, berbagi pengalamannya dengan saya, Satria, ketika masih membangun MARCH dari nol. Berikut perbincangan kami :

 

1.       Pertama kali ikut acara gigs dimana?kafe atau di gor?

secara pribadi saya pertama kali ikut gigs pada saat saya smu kelas satu kalau tidak salah. tetapi saat bersama march, panggung pertama ialah pada tahun 2005 dan sekaligus panggung pertama di cafe. Namanya avenue cafe di hotel sari pan pacific.

 

2.       Kafe ato tempat gigs paling berkesan dimana?

Begitu banyak hal berkesan dari tiap venue saat MARCH manggung. Seperti saat di Intro cafe kemang, ada yang lompat dari lantai 2 ke mosh pit di lantai 1. Maroti, dan saya lupa dulu ada satu cafe yang sekarang bernama The Rock cafe di kemang, saat manggung di braga bandung, dsb.. atau bahkan saat Javarockingland kemarin, penonton yang seru dan teman – teman yang seru pula. Saya sampai bingung mana yang paling berkesan. Karena setiap tempat seakan punya cerita dan pengalaman seru masing – masing.

 

Tetapi, bagi saya pribadi, kafe yang jadi tempat paling berkesan ialah splash kemang di tahun 2005. bayangkan saja, sehari sebelum manggung saya kecelakaan motor. akibatnya waktu itu tangan kanan saya bengkak dan pendarahan. akhirnya pada saat manggung tangan kanan saya di perban dan agak – agak harus ditahanlah sakitnya tiap kali stick menghantam drumhead atau cymbal. beruntung di lagu – lagu berikutnya tangan saya sudah cukup stabil dan perbannya di lepas satu persatu karena menggangu permainan drum saya.

Akhirnya manggungnya sukses. Tapi ternyata setelah saya minta jacket saya dari seorang teman, ternyata handphone saya yang ada di dalam jacket tersebut ilang entah kemana. Benar – benar komplit perasaan saya malam itu. hahaha..

 

3.       Dulu sering kumpul sama band apa aja?

Banyak. Karena dulu banyak teman – teman kita yang satu tongkrongan juga. Mulai dari seems like yesterday, the bones, friends of mine, dsb.. tapi ten

tunya yang paling dekat sama MARCH ialah ARCK. Saya jadi ingat, dulu kita sering banget manggung bareng. Kemana – kemana sepertinya tiap acara, nama MARCH & ARCK itu sudah bagaikan sebuah paket hemat. Hahahaha…

Dan tentunya saya sangat bahagia, karena setelah sekian tahun berjalan dan walau sudah tidak seaktif dulu. Saya melihat anak – anak sudah sukses satu persatu di bidangnya masing – masing. Dan pertemanan di antara kami semakin erat adanya. 🙂

 

4.       Ada kenangan terburuk atau terindah gak kalo manggung di kafe gitu?

Yaa.. banyak yah kalau kita ngomongin hal seperti ini. Hal indah tentunya ialah saat penonton moshing di mosh pit dan sambil sing along lagu kita.

Kalau hal buruknya sih ya paling seperti sound atau alat – alat panggungnya kurang layak untuk dimainkan. Alhasil ya sound dan penampilan jadi kurang maksimal. Tapi untuk yang ini, saya rasa kan itu banyak hal pertimbangannya juga. Karena saya tau, tidaklah segampang itu untuk buat acara dan sediakan budget2 yang ada untuk membuat acara yang meriah. Apalagi jika konsep acarnya untuk have fun oleh eo-nya. Ya.. the show must go on dan hajarlah! hahaha..

 

5.       Apa aja menurut lo manfaat dari gigs di kafe-kafe?

Ya tentunya manfaatnya banyak. Salah satunya ialah supaya band -band yang berjuang di komunitas ini bisa di dengar. Mereka bisa kasih tau bahwa mereka ada, mereka pengen kasih tau bahwa mereka BISA untuk bermusik dan beraksi di panggung. Dan tentunya ialah bisa mewujudkan secercah impian atau penyaluran hasrat tersendiri.

 

Dilain sisi, kalau ada acara terus kan kembalinya ke komunitas juga. Jadinya komunitas tetap eksis. Dan dari komunitas terjalin pertemanan. Dari pertemanan, silahkan dilanjutkan mau kemana… mau ngeband bareng, tambah kenalan dan relasi, bisnis bareng dsb.. 🙂

 

6.       Menurut lo semakin sering atau malah berkurang acara gigs metal sekarang?

Untuk di daerah Jakarta sendiri..Saya rasa justru semakin sering yah. Hal ini juga semakin memicu makin banyaknya band -band baru yang keren pula baik dari segi musik atau showmanshipnya. Kondisi saat ini sudah in the right track. Semoga bisa terus begini, dan semoga semakin maju kondisi di scene ini.

 

7.       Apa pesan untuk band-band indie yang mengawali karir bermusiknya di kafe-kafe?

Hahaha.. apa yah..

Intinya ingat 3 P lah.. hehehe.. Practice, Perseverance and Patience..

Juga.. Yah, kalau saya boleh menambahkan detail sedikit.. saran saya ialah berlatihlah bermain musik yang baik dan benar.  Karena dilain sisi, tugas seorang musisi selain sebagai seniman, mereka juga bertindak sebagai seorang entertainer. Dari sisi apa mereka akan bisa menghibur yah banyak faktornya, apakah musiknya, wardrobenya, attitudenya, lyricnya, gimmick2 penting sampai ga penting.. dsb dsb…

BECK On Movie

Tampilan Cover Beck the Movie

 Beck, salah satu anime yang bercerita tentang sebuah band indie di Jepang. Tokoh utamanya, Yukio “Koyuki” Tanaka, seorang murid SMA yang baru berumur 16 tahun dan menjalani kehidupan yang membosankan. Hidupnya berubah setelah bertemu seorang gitaris handal berpengalaman dan berteman dengan Dying Breed, band terkenal dari Amerika Serikat (dalam cerita ini), Ryusuke “Ray” Minami.

Perjalanan Beck dimulai dengan merekrut personilnya satu persatu. Mulai dari Ryusuke sebagai gitaris, lalu merekut Taira di posisi bass, kemudian Chiba di vokal. Terakhir merekrut Koyuki pada gitar dan Saku, teman sekolah Koyuki, pada drum. Nama Beck sendiri diambil dari nama anjing Ryusuke. Seperti cerita drama, awalnya band ini mempunyai impian yang besar untuk dapat tampil di depan banyak penonton di suatu event besar. Singkat cerita, band ini sukses pada akhir cerita di animenya.

Ketika anime Beck diangkat ke layar lebar dalam bentuk yang realitas. Ternyata secara keseluruhan movienya hampir mirip dengan jalan cerita asli dalam animenya. Tentu saja tidak semua detail dimasukkan dalam movienya. Ceritanya sama dengan versi anime di awal cerita sampai akhir. Mulai dari Koyuki menyelamatkan Beck dari gangguan orang-orang mabuk, lalu bertemu Ryusuke, direkrut Beck, berteman dan jatuh cinta dengan Maho, adik Ryusuke, sampai suksesnya Beck tampil di Summer Festival dan ditonton oleh puluhan ribu orang.

Meskipun cerita dalam movie ini berakhir setelah Beck selesai tampil di festival yang diimpikan. Namun, secara keseluruhan film Beck The Movie ini lebih menyentuh. Di samping, diperankan oleh aktor-aktor Jepang professional yang sempat meroket karena perannya di serial Kamen Rider dan plot cerita yang dikemas dengan baik. Sehingga setiap Beck tampil dan drama yang ada, kita seperti menjadi bagian dalam film tersebut. Selain itu, lagu-lagu yang terdapat dalam animenya juga ditampilkan dalam film ini. Lagu yang menjadi ciri khas Beck di animenya tetap sama. Malah lebih terbilang lebih baik karena diaransemen ulang, yaitu “Evolution”.

Semua performance ketika Beck manggung dalam film ini live. Bisa dilihat ketika Chiba menyanyi rap, pertama kali Beck manggung, ketika latihan, sampai akhirnya manggung di festival. Sayangnya, suara Koyuki tidak digambarkan melalui suara asli aktornya. Padahal dalam animenya, suara Koyuki terbilang bagus. Namun, suara Koyuki digambarkan melalui suara latar dan efek yang dibuat sangat menarik.

Pesan dan moral yang bisa diambil dari Beck The Movie ini terbilang banyak. Apalagi bagi anak band atau suka dengan dunia musik. Mulai dari semangat dan kerja keras, disiplin dalam berbagai hal, menghargai orang lain, berani menunjukkan diri sendiri, seperti “ini loh gue!”

Jadi, Beck The Movie merupakan salah satu film yang dianjurkan untuk pembaca yang menyukai musik, baik pop, rock, reggae, ska, metal, screamo bahkan dangdut. Kenapa begitu? Ya tentu saja, film ini mengajarkan kita tentang mencintai musik dan mencintai kehidupan.

 

Oleh Satria Perdana

Ketika Killing Me Inside Merangkak Naik

Personil Killing Me Inside selepas manggung di Senayan Oktober 2010

Setahun yang lalu, tepatnya sekitar September 2010, Killing Me Inside mengeluarkan albumnya berjudul Selftittled. Namun, dalam album baru tersebut nuansa screamonya sedikit menghilang dan aliran musiknya lebih ke jalur rock, meski masih ada scream di beberapa lagunya. Tentu saja ketika mereka mengeluarkan album baru ini dan mereka melakukan remake terhadap beberapa lagu lama, mereka siap menerima kritik dari para fansnya yang mungkin tidak suka dengan album mereka ini, yang tentu saja sudah berada di bawah naungan major label. “Kita sih udah siap kalau misalnya nanti banyak yang kontra sama kita” ujar Josaphat.

Banyak fans atau penggemar, dan bahkan ada beberapa pengamat musik yang masih muda mengkritik lagu-lagu Killing Me Inside di album Selftitled. Mungkin hal tersebut sudah diketahui oleh Onadio, Josaphat dan Davi (kini sudah keluar) ketika mereka melaunching album ini. Memang semua lagunya lebih enak didengar dan bagi orang awam yang baru mengetahui band yang sudah berumur lebih dari tiga tahun ini akan menyukai terobosan dari band ini, yang sudah berada dibawah naungan major label. Ya, major label adalah salah satu alasan banyaknya orang-orang yang dulu menyukai Killing Me Inside, kini malah mengkritiknya karena mereka mungkin ingin terkenal. Mungkin saja menyusul para teman-temannya yang telah terkenal lebih sejak masih berada di indie label, yaitu Pee Wee Gaskins.

Kedepannya mungkin band ini akan kehilangan screamnya. Menurut Josaphat dan Onad, yang akan muncul lebih ­ngerock dan kalau ingin mendengarkan musik mereka dengan scream mereka upload di Myspace.com agar lebih mudah dinikmati oleh para penggemarnya. “Kita semakin lama kebetulan semakin meningkat ya karirnya, jadi ya untung aja kita bisa seperti ini” Ujar Josaphat. Kebetulan sekarang mereka sudah memiliki video klip, yaitu biarlah dan kamu, yang menjadi “senjata” mereka di industri musik Indonesia sekarang. Namun, jika kita melihatnya di Youtube.com, kita akan menemukan banyaknya orang yang pro-kontra dengan hadirnya Killing Me Inside di televisi. Yang menurut para fans dan para orang-orang yang menikmati musik-musik underground dan indie, setiap band indie yang masuk di bawah major label akan kehilangan idealismenya untuk tetap berada di genre yang sudah mereka jalani sejak band mereka sendiri berdiri. Hal itu terlihat ketika video clip Killing Me Inside, Biarlah menjajaki televisi. Di Youtube banyak sekali yang mengomentari tentang hilangnya idealisme dari Killing Me Inside untuk tetap berada di jalurnya yang lama. Lalu banyak juga yang mendukung untuk terus berkembang di belantika musik Indonesia. Menurut Killing Me Inside sendiri, mereka sekarang terus berkembang karena mereka menuju dunia yang lebih dewasa dan lebih kreatif di industri musik Indonesia saat ini.

“Kita nggak takut kok kalo muncul gerakan ato fans yang buat seperti anti-Killms misalnya, ato seperti APWG,  nantinya kalau album baru kita ini gak sengerock dulu. Tapi kita tetep bakal seperti dulu kalau manggung” ujar Onad, mengenai adanya pro-kontra. Memang faktanya banyak band indie di Indonesia yang berawal dengan musik underground dan ketika masuk ke major label kehilangan idealismenya. Namun bila dilihat dari segi usia para anggota bandnya sendiri pasti akan muncul perubahan psikologis ketika band yang mereka gawangi terus meningkat prestasi dan aksi kreatifnya di Indonesia. Seharusnya hal tersebut merupakan dorongan kepada band-band dan musisi-musisi Indonesia yang major label untuk dapat mengembangkan music Indonesia dari berbagai aliran atau genre musik yang berbeda-beda.

Oleh : Satria Perdana

Lale : Musik March dengan Maliq Memang Jauh Berbeda

Lale berpose dengan gaya casual, meskipun seorang gitaris metal..

Saat ini banyak musisi Indonesia yang membuat sebuah project sampingan, di luar band awal ia berkarya atau membuat grup musik di samping solo karirnya. Apa jadinya bila seorang musisi, gitaris misalnya, bermain dalam dua band berbeda genre sebesar 180 derajat? Arya Aditya Ramadhya atau lebih dikenal sebagai Lale “Maliq”. Ia eksis ngeband dengan band metalnya, MARCH, dan juga band jazz yang sudah terkenal di Indonesia, Maliq & D’Essentials.

Saya Satria Perdana diberi kesempatan untuk berbincang dengan Lale, ditengah kesibukannya berkarya. berikut ini ialah percakapannya.

1.      Bisa cerita apa arti jazz dan metal buat lo?
Mungkin itu dua dari sekian banyak referensi musik yang saya dengerin ya. Karena saya sangat terbuka dengan jenis musik apapun.
2.      Ketika latihan atau belajar gitar, aliran apa yang dipelajari pertama kali?
Waktu kecil saya lumayan didoktrin untuk dengerin Carpenters, Beatles, Bread dan lagu2nya Burt Bacharach sama orang tua saya. Jadi mungkin influence bermusik saya banyak dipengaruhi 60’s, 70’s music kali ya.
3.      Bisa cerita sekilas pertama kali lo masuk March bagaimana?
Awalnya saya bantuin mereka karena mereka butuh additional guitarist. Sebelumnya yang bantuin mereka itu Rian Omelet. Cuma mungkin pada saat itu dia sibuk, jadi akhirnya saya yang bantuin March. Beberapa kali March manggung sampai akhirnya mereka nawarin saya untuk masuk ke band.
4.      Apa yang membuat lo merasa udah betah banget di March yang beraliran metal?
Apa ya.. Saya sangat nyaman dengan musiknya, bandnya, personil-personilnya. Kita udah deket banget.
5.      Sampai sekarang influence lo di band metal apa dan siapa gitaris yang jadi panutan lo?
Saya sebenernya nggak metal-metal banget orangnya (sambil tertawa). Saya dengerin tapi ga fanatik. Untuk gitaris, saya suka Marty Friedman, Frank Gambale, Scott Henderson.
6.      Beralih ke Maliq, bagaimana ceritanya lo bisa bergabung dengan mereka?
Waktu itu mereka emang lagi kosong posisi gitarnya. Saya dikenalkan ke mereka oleh teman saya, Aryo drummernya Twentyfirstnight.
7.      Ada perasaan seperti culture shock gak waktu main di aliran jazz?
Engga juga. Jauh sebelum saya main sama, March saya emang udah ngeband bawain musik seperti itu.
8.      Bagaimana rasanya pertama kali lo main di televisi?
(Sambil tertawa) awalnya ya.. lumayan tegang. Tapi setelah berkali-kali jadi biasa aja.
9.      Apa yang pertama kali lo rasain waktu pertama kali main jazz?
Saya sebenernya gak ngejazz-ngejazz amat juga lho (tertawa). Kalau disuruh ngejam main pure jazz ya saya pasti akan sedikit bingung harus apa. Di mata saya jazz itu hanya salah satu influence aja. Saya cuma main musik yang nyaman menurut saya.
10.  Gimana sih caranya biar lo bisa dapat feel yang sama ketika manggung di jazz maupun metal?
Musik March dengan Maliq memang jauh berbeda. Tapi karena saya selalu berikan yang terbaik dan main senyaman mungkin, hasilnya sama aja kok, saya tetap headbang.
11.  Buat urusan latihan, biasanya pola latihannya seperti apa kalau bermain jazz?
Standard, banyak-banyak fingering dan cari-cari referensi.
12.  Terus kalo metal bagaimana?
Sama aja kok (tertawa lagi.)
13.  bagaimana caranya lo bagi waktu lo buat March dan Maliq?
Karena Maliq lebih sibuk jadi kadang March yang lebih sering memberikan kompensasi untuk saya. Kadang March hanya main dengan satu gitaris (Ryan). Tapi yang paling utama dan penting adalah komunikasi. Jadi hubungan antara kedua band tetap mulus dan asik.
14.  Saat ini kan Maliq bisa dibilang sebagai band yang paling sering lo beri kontribusi, lal untuk March nanti bagaimana kontribusinya?
Engga juga kok. Saya masuk Maliq setelah Maliq udah ‘jadi’. Sedangkan saya ikut membangun March hampir dari ‘awal’. Dua-duanya saya jalani dengan sepenuh hati. Maliq atau March menjadi seperti sekarang, masing-masing mempunyai arti kepuasan tersendiri bagi saya.
15.  Banyak nih sekarang yang ngefans sama lo Lale dan kebanyakan adalah cewe-cewe, karena lo main di Maliq kan. Nah, apakah profesi lo di Maliq saat ini yang beraliran jazz udah benar-benar melekat?
Saya kurang mengerti dengan pertanyaannya. Hmm.. Kalau dibilang melekat, tentu sangat melekat. Karna ‘saya’ yang anda lihat di panggung March atau Maliq tetap ‘saya’ kan? Mungkin kalau gigs metal dulu banyak penonton cewenya, situasinya mungkin tidak akan jauh berbeda juga (kembali tertawa).
16.  Ke depannya, lo bakal memprioritaskan March yang beraliran metal atau Maliq dengan jazznya?
Balik lagi. Saya sangat mencintai dua rumah ini dan saya bisa seperti sekarang berkat keduanya. Jadi tidak ada alasan bagi saya untuk pilih kasih. Dua-duanya akan mendapat perhatian yang seimbang dari saya. Ya.. semoga kerjasama ini bisa terus berjalan dan menjadi lebih baik kedepannya

Jadi, bisa kita ketahui kalau seorang musisi seperti Lale, gitaris March dan Maliq, sangat peduli dengan dua band yang membesarkan namanya. Mungkin ada di antara kita yang bisa mengikuti jejak Lale? Selalu ada kemungkinan untuk itu. ***

Written by Satria Perdana
Photo by Satria Perdana

Griff, Perantau Asal Padang dan Berkarya di Bandung

Personil dan kru Griff saat meraih penghargaan di Fikom, Jatinangor

 

Di Bandung emang banyak banget musisi lokal yang keren. Kebanyakan emang asli Bandung dan campuran, meskipun campurannya kebanyakan dari Jakarta. Mungkin jarang kita, sebagai warga Bandung, tahu tentang band perantauan.

Griff, adalah sebuah band asal Padang. Mereka terdiri dari 5 cowok minang dan berskill dalam musik Rock! Ada Alan di vokal, Rizky di lead gitar, Ikhwan di gitar, Hamda di Bass, dan Ayek pada drum. Griff sendiri terbentuk karena hobi ngeband dari kelima anggotanya. Band ini sendiri beridiri pada 4 Oktober 2009.  “Dulu kita ada dua band. Bandnya Rizky sama gue,” kata Alan, yang banyak digemari perempuan di kampusnya, Fikom Unpad, Jatinangor. Jadi ternyata Griff merupakan gabungan band Alan dan Rizky yang awalnya bermain di Padang. Dan ketika digabung di Bandung, band ini ternyata udah bisa menarik perhatian penontonnya.

Band ini pun udah banyak manggung di acara-acara kampus. Seperti di acara internal Fikom Unpad, acara festival ukm KMF Fikom Unpad, dan juga sudah banyak bermain di Bandung. Griff sendiri udah punya lima lagu. Lagu-lagu yang udah bisa didengar dan didownload dari mereka ada dua, Makhluk Mu dan Dirimu Sebenarnya.

Salah satu personil Griff yang bisa dikatakan sebagai pentolannya, Rizky, pernah mendapatkan penghargaan sebagai gitaris terbaik di sebuah acara di Bandung pada tahun 2010. Selain itu Griff sendiri juga menjadi juara kedua dalam acara Festival Musik Fikom, yang diadakan pertengahan Maret lalu.

Nah, untuk yang penasaran seperti apa musik Griff, bisa langsung cek ke http://www.reverbnation.com/griff04 dan nikmati lagu-lagunya.

 

by : Satria Perdana

Boys & Girls Band Indonesia Masih Minim “Skill”!

para personil Smash Indonesia

Era 1990-an sempat menjadi eranya boyband. Awalnya boyband dari luar negeri mulai berkarya dan masuk ke ranah industri musik Indonesia. Lihat saja Backstreet Boys, New Kids On The Block, Boyzone dan lainnya. Kemudian, era boyband di Indonesia mulai tumbuh. ME, F.B.I, ME Millenium dan lainnya mulai bertebaran. Kiblatnya dulu masih ke barat. Menurut penulis, boyband era 1990-an memiliki keterampilan dan suara yang cukup bagus. Ketika itu juga, lipsing juga sangat jarang.

Berbeda dengan era 2010 hingga sekarang. Sejak boyband bernama SMASH muncul, mulailah gonjang-ganjing bangkitnya boyband di industri musik Indonesia. Namun, kini kiblatnya ialah Korea Selatan. Boyband Super Junior, 2AM, Infinite dan lainnya merupakan salah satu contohnya. Bagus memang, tapi kenapa harus dalam berkarya boyband Indonesia saat ini terlihat kurang kreatif? kemampuan breakdance dan menghibur bisa dibilang oke lah, tapi kenapa dalam vokal terlalu sering lipsing? Mungkin akhir-akhir ini kita tahu kalau SMASH semakin baik dalam bernyanyi (meskipun masih suka lipsing juga, tapi sudah berkurang), kemudian ada lagi XOIX yang entah bagaimana bacanya malah sering lipsing.

Mungkin bukan hanya penulis saja yang memikirkan nasib industri musik Indonesia yang kini perlahan dikuasai boyband-boyband Indonesia. Kemudian muncul juga Girls band yang semakin banyak saja. 7 Icons yang hingga kini lagunya masih itu-itu saja, Cherry Belle yang katanya masih lebih baik dari 7 Icons hingga girlband yang berisikan janda!

Mungkin segitu dulu yang bisa saya ungkapkan sebagai penulis. terima kasih.